Salah satu jenis kanker yang paling sering diderita kaum perempuan adalah kanker leher rahim. Namun jika pandai-pandai mendeteksi sejak dini, kanker ini bisa dihindari.Kanker apa yang paling banyak diderita perempuan Indonesia? Ya, benar, kanker leher rahim. Berberda dengan kanker rahim, kata dr. Boy Abidin, SpOG, kanker leher rahim (serviks) merupakan keganasan yang menyerang leher rahim yang letaknya di mulut rahim atau ibaratnya "pintu masuk". Sementara kanker rahim menyerang di dalam rahim (endometrium).
Penyebab utama kanker leher rahim adalah virus, yang dikenal dengan nama Human Papilloma Virus (HPV). Hingga kini telah ditemukan kira-kira 120 tipe HPV dan tipe terganas adalah 16 dan 18. Sampai saat ini, diyakini 90 persen penyebab kanker leher rahim adalah HPV tipe 16 dan 18, sedangkan sisanya, 10 persen, belum ketahuan penyebabnya.
"Salah satu cara virus ini masuk ke leher rahim melalui hubungan intim. Cara kerjanya, virus HPV masuk ke dalam inti sel dan mengubah bentuk sel. Sel yang awalnya berbentuk panjang atau kotak-kotak, setelah diserang HPV menjadi tidak beraturan. Sel jadi rapuh sekali," ujar spesalis kandungan sekalgus juru bicara masalah seputar kanker leher rahim di Indonesia ini.
Siapa saja perempuan yang rentan terkena kanker leher rahim? Mereka adalah yang melakukan hubungan intim pada usia sangat belia, di mana bentuk sel masih belum terlalu kuat dan mudah ditembus virus. Juga perempuan yang kerap berhubungan intim dengan banyak pria. Padahal, penis pria kemungkinan membawa HPV. Celakanya lagi, kendati si perempuan merasa dirinya "bersih" dan tidak memiliki faktor risiko, belum tentu pasangannya bersih karena pada pria tidak terdapat bekas virus itu dan tidak terlihat secara kasat mata. Calon penderita lainnya adalah perempuan yang merokok kendati merupakan faktor tidak langsung.
TANPA KELUHANBerbeda dengan virus penyebab batuk atau flu, pada kanker leher rahim, HPV masuk ke dalam sel kemudian berubah dan bereaksi mengubah sel dalam jangka waktu cukup lama, sekitar 5, 10, atau 20 tahun. "Selama perubahan itu, pasien tidak merasakan keluhan yang spesifik yang mengganggu aktivitas. Tetapi dia punya faktor risiko yang disebut silent killer. Kemudian, jika baru diketahui penyakitnya pada stadium yang sudah lanjut (artinya sudah menyusup ke dalam sel yang lebih jauh), pengobatannya lebih sulit," kata Boy.
Karena letaknya di dalam, perempuan sering tidak merasakan keluhan pada rahimnya. Gejala awal prakanker antara lain adanya keputihan yang berulang. Keputihan patologis atau yang lebih banyak dari biasanya (berwarna kekuningan atau kehijauan) dan kambuh meski sudah diobati.
Gejala lain, adanya post coital bleeding atau bercak darah yang timbul sehabis berhubungan intim. "Post coital bleeding bukan merupakan tanda pasti terkena kanker leher rahim. Bisa saja disebabkan polip atau lainnya. Tetapi itu merupakan suatu tanda dan patut diwaspadai," tutur Boy.
Jika sudah masuk stadium lanjut dan menyebar, keluhannya sama dengan jenis kanker lainnya, tergantung penyebarannya seberapa luas. Jika menyebar ke kanan-kiri leher rahim, biasanya disertai nyeri hebat. Biasanya kemudian masuk ke organ tubuh lain, bahkan ke otak. "Di Indonesia, angka kematian karena kanker leher rahim cukup tinggi karena perempuan datang berobat saat sudah dalam stadium lanjut. Padahal, jika datang lebih awal, bisa dilakukan tindakan pengobatan dengan persentase kesembuhan lebih besar."
Haruskah rahim diangkat semua jika kanker sudah menyerang? "Jika terdeteksi awal, bisa dilakukan konisasi, yaitu dengan mengambil bagian yang dicurigai sebagai sel yang berubah. Jadi, tidak semua. Namun kalau sudah menyebar ke yang lain (stadium 1 atau 2), masih bisa dioperasi, diangkat semua. Jika sudah stadium 3 ke atas, sudah susah karena jaringannya sudah hancur." Boy juga menmabahkan, pada stadium awal atau prakanker, semisal masih berupa bintik dan belum meluas, dapat dilakukan terapi cryo, yaitu membekukan jaringan yang mengandung sel ganas.